December 11, 2024

Redaksi Sulawesi

Sumber Berita Terpercaya

Dishut Sultra Edukasi Masyarakat Wawonii Tentang Pemanfaatan Kawasan Hutan Secara Legal

Sosialisasi IPPKH dengan masyarakat Desa Sukarela Jaya dan Desa Sinaulu Jaya

Sosialisasi IPPKH dengan masyarakat Desa Sukarela Jaya dan Desa Sinaulu Jaya

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara melakukan sosialisasi terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), di wilayah Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) pada Kamis, (4/8/2022).

Kegiatan sosialisasi dilaksanakan di Balai Desa Sukarela Jaya dan Balai Desa Sinaulu Jaya. Hadir dalam sosialisasi tersebut Camat Wawonii Tenggara, Iskandar dan juga Kepala Desa Sukarela Jaya, Samaga, serta masyarakat dari kedua Desa tersebut.

Iskandar, dalam sambutannya mengatakan kegiatan sosialisasi ini penting agar masyarakat bisa mengetahui hak dan tanggung jawab, serta ketentuan-ketentuan lain yang terkait pemanfaatan kawasan hutan.

Di tempat yang sama, Kepala Desa Sukarela Jaya, Samaga menyampaikan, sejauh ini, masyarakat belum mengetahui tentang bagaimana ketentuan dalam merambah kawasan hutan. Untuk itu, ia mengucapkan terima kasih atas kehadiran tim sosialisasi dari Dinas Kehutanan Provinsi Sultra.

“Melalui sosialisasi ini, setidaknya masyarakat dan juga kami sebagai pemerintah desa, sudah mendapatkan gambaran apa yang harus kami lakukan ketika akan melakukan kegiatan di wilayah kawasan hutan,” kata Samaga.

Sementara itu, Pejabat Lingkup Dinas Kehutanan Provinsi Sultra, Alimuddin menyampaikan, sosialisasi tersebut terkait penerapan UU No.41 tahun 1999 Jo. UU No.19 Tahun 2004 tentang Kehutanan Jo. UU No.18 tahun 2013, tentang Pemberantasan Pencegahan Perusakan Hutan.

Dalam beleid tersebut dimaktubkan, siapa saja yang melakukan kegiatan di wilayah kehutanan yang bukan peruntukannya, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak tujuh miliar.

“Menurut ketentuan dalam undang-undang tersebut, tidak hanya yang melakukan kegiatan perambahan hutan yang bukan peruntukannya yang akan dikenakan sanksi, tetapi yang juga membeli hasilnya, yang melindungi aktivitas kegiatan perambahan hutan, semuanya akan dikenakan sanksi,” terang Alimuddin.

Bagi masyarakat yang melakukan kegiatan di kawasan hutan lebih dari dua puluh tahun, akan mendapatkan sertifikat melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Sementara yang mengolah kawasan hutan kurang dari 20 tahun, bisa mengajukan perhutanan sosial melalui pemerintah setempat.

Namun, untuk perhutanan sosial, tidak bisa dilakukan perorangan, tetapi harus melalui kelompok. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Lebih lanjut Alimuddin mengatakan, untuk institusi seperti Pemerintah Daerah ataupun Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) atau lembaga swasta yang akan melakukan kegiatan di kawasan hutan, harus mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Untuk bisa mendapatkan IPPKH, maka ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh institusi atau lembaga tersebut. Misalnya, harus membayar PNBP setiap tahun, membayar PSDH-DR (Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi), dan ada juga yang harus menyetor dana jaminan reklamasi.

“Bagi institusi atau perusahaan yang telah mendapatkan IPPKH, maka dia menjadi perpanjangan tangan atau mewakili pemerintah (Dinas Kehutanan-red) mengelola kawasan hutan di dalam wilayah IPPKH tersebut. Dan aktivitas mereka ini tidak boleh dihalangi. Jika ada yang menghalangi aktivitas di wilayah IPPKH, maka akan dikenakan pidana,” demikian jelas Alimuddin lagi.

Karenanya, lanjut dia, Dinas Kehutanan pada dasarnya melarang semua aktivitas masyarakat di dalam kawasan hutan dengan alasan apapun, kecuali melalui prosedur yang dipersyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dan masyarakat diminta untuk menghormati aturan hukum yang berlaku.

Ketika ditanya terkait kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di kawasan hutan di Wawonii Tenggara, Alimuddin yang didampingi dua rekannya itu mengatakan bahwa PT GKP telah memiliki IPPKH dan juga rutin membayar PNBP setiap tahun, serta membayar PSDH-DR sebelum melakukan penebangan kayu.

Melalui sosialisasi ini, ia berharap masyarakat paham dan tidak lagi melakukan kegiatan di wilayah kawasan hutan, karena kalau itu tetap dilakukan, maka dianggap telah melakukan penyerobotan kawasan dan akan dikenakan pidana.

“Kita juga tidak mau masyarakat melakukan pelanggaran hukum karena ketidaktahuan mereka. Kita berharap, dengan sosialisasi ini mereka paham dan jika mereka mau melakukan kegiatan apapun di kawasan hutan, berkebun dan sebagainya, bisa melalui pemerintah setempat, desa atau kecamatan,” pungkasnya.

Sumber: Radar Sultra